Seekor burung mati yang 'dihidupkan' kembali sebagai robot membantu
ahli biologi AS mempelajari perilaku spesies burung pipit rawa.
Ilmuan di Duke University di North Carolina bekerja
dengan mahasiswa teknik dan seorang pengawet hewan untuk mengoperasikan
sayap dari seekor bangkai pipit rawa.
Mereka memprogram keping komputer Picaxe sederhana dan
membuat motor lurus kecil yang pas diletakkan didalam burung bernama
Robosparrow itu.
Mereka mempelajari perilaku agresif burung jantan dari spesies ini.
Eksperimen itu dilakukan selama dua bulan dan memberikan
para peneliti konfirmasi bahwa mengembangkan sayap adalah sinyal agresi
pejantan, kata Dr Rindy Anderson yang memimpin studi.
Proses perakitan robot burung itu memakan waktu sembilan bulan, kata Dr Anderson pada BBC.
"Kami harus dapat menggunakan piranti lunak komputer
untuk mengendalikan motor, untuk memprogramnya agar menggerakkan
sayapnya dalam waktu-waktu tertentu," kata dia.
"Itu bukan gerakan acak. Yang paling sulit adalah mendapatkan berbagai instrumen kecil."
Mengepakkan sayap
Dengan budget hanya sekitar $1.500 (Rp14 juta), Dr
Anderson mengatakan rencana awalnya adalah memodifikasi motor yang ada
dari pesawat berpengendali jarak jauh atau mobil tetapi mereka terlalu
besar untuk dimuat dalam burung berbobot hanya 18 gram itu.
"Teknisi kami membangun sebuah motor lurus dari prinsip
pertama, kemudian membuat miniatur ulang sampai kami mendapatkan alat
yang cukup kecil."
Begitu motor sudah pada tempatnya dan keping robot
diprogram, burung itu dikembalikan ke alam bebas dengan sistem suara
rahasia yang mengeluarkan bunyi-bunyian panggilan khas pipit rawa.
Robot itu dapat bertahan selama dua bulan tetapi selalu diserang, kata Dr Anderson.
"Kami tidak punya cadangan, setiap hari adalah harapan dan doa ia dapat bertahan dari 60 kali uji coba," tambahnya.
"Pada akhirnya kepalanya copot dan sayapnya berhenti bergerak."
Agresi pejantan
Burung-burung pejantan bersikap agresif pada Robosparrow baik saat sayapnya mengepak atau tidak.
"Hal itu mengkonfirmasi hipotesis kami bahwa perilaku
mengepakkan sayap menjadi isyarat komunikasi agresif pejantan," kata Dr
Anderson.
"Ini adalah kerja keras, para mahasiswa teknik belum pernah melakukannya sebelumnya, demikian pula pengawet hewan.
"Kami benar-benar hanya melakukan penelitian awal mengenai perilaku burung ini.|
Riset Dr Anderson telah dipublikasikan di jurnal Behavioral Ecology and Sociobiology.
Sumber: Tribunnews.com
0 komentar:
Post a Comment